Rabu, 08 Juli 2015

Lailatul Qadr




Menyikapi maraknya artikel tentang Lailatul Qadar, mungkin ada baiknya kita open mind bahwa ia tidak hanya datang pada malam ganjil. Seperti malam ini, tepatnya malam 22 Ramadhan. Malam ini malam genap...

"Pemburu" sejati lailatul Qadr tak akan peduli. Berbeda dengan mereka yang suka pilah-pilih waktu tertentu untuk beramal dan beribadah.

Semangat beribadah hanya saat malam ganjil...

Setidaknya minimal ada 2 hadist yang memperkuat pendapat masing-masing.

A. Yang Tersisa.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى

“Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh maupun lima malam yang tersisa…” (HR. al-Bukhari: 2021)

Beberapa ulama berpendapat..

Lafadzh “tersisa” menunjukkan terhitung dari belakang akhir Ramadhan.

Lalu bagaimana…? Apakah ghirah beribadah hanya cukup di malam ganjil itu saja?

B. Tetap Semangat Dan Berdoa.

Ibunda Kaum Mukminin pernah bertanya,

“Wahai Rasulullah, apa pandangan engkau apabila aku mengetahui bahwa suatu malam itu adalah lailatul qadar.

Apa yang sebaiknya aku ucapkan di malam itu…?”

Beliau menjawab,

”Katakanlah:

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

“Ya Allah… Sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf maka maafkanlah aku…”

(Shahih, HR. at-Tirmidzi: 3513, Ibnu Majah: 3850)

Singsingkan lengan, kencangkan ikat pinggang..

Penghujung Ramadhan telah datang..

Hidupkanlah seluruh malam..

Tanpa perlu pilah-pilih..

Ganjil atau genap..


Mungkinkah Melihat Lailatul Qadr Secara Kasat Mata?

عن عائشة قالت قلت يا رسول الله أرأيت إن علمت أي ليلة ليلة القدر ما أقول فيها قال قولي اللهم إنك عفو تحب العفو فاعف عني

Dari ‘Aisyah ia menyampaikan, “Aku berkata, Wahai Rasulullah bagaimana menurutmu jika aku mengetahui suatu malam itu adalah lailatul qadr, maka apa yang harus aku ucapkan?” Beliau bersabda, Ucapkanlah, “Allaahumma innaka `afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu `anni (Ya Allah Engkau Mahapemaaf, Engkau senang memaafkan hamba-Mu, maka maafkanlah aku).”

Takhrij Hadits:
Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi 2508, An-Nasaa’i "Amalul Yaum wal Lailah" 872-875, dan Ibnu Sunni 246/763 dengan sanadnya, Ibnu Maajah 3850, Al-Baihaqi "Syu’abul Iman" 3/338-339, dan "Al-Asmaa’ was Shifaat" hal. 55, Al-Ashbahaani "At-Targhib" 2/728/1772, Ahmad 6/170, 182, 183, 208 dari Ibnu Buraidah. Sebagian mereka menyebutkan dari ‘Abdullah bin Buraidah dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. (Silsilah As-Shahihah no. 3337)

Syarh (Penjelasan Hadits):

Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam di atas berisi anjuran berdoa, “Allaahumma innaka `afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu `anni (Ya Allah Engkau mahapemaaf, Engkau senang memaafkan hamba-Mu, maka maafkanlah aku)” jika melihat lailatul qadr di antara sepuluh malam terakhir pada bulan Ramadhan.

Kandungan hadits tersebut juga menunjukkan bahwa lailatul qadr dapat disaksikan secara langsung dengan kasat mata. Hal itu ditegaskan oleh ‘Aisyah ketika beliau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam, “Wahai Rasulullah bagaimana menurutmu jika aku mengetahui suatu malam itu adalah lailatul qadr, maka apa yang harus aku ucapkan?…..” Tentu melihatnya berdasarkan ciri-ciri yang menandakan malam itu adalah lailatul qadr.

Dahulu di masa Rasulullah, para Shahabat beliau sempat menjumpai lailatul qadr dan itu terjadi pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Akan tetapi peristiwa tersebut berpindah-pindah dari tahun ke tahun dan tidak berlangsung dalam satu waktu.

Dalam riwayat Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, lailatul qadr terjadi pada malam ke 21 Ramadhan (HR. Al-Bukhari 1877 dan Muslim 1995) yaitu ditandai dengan langit terang tidak berawan dan kemudian turun hujan pada malam harinya menjelang shubuh.

Dalam riwayat ‘Abdullah bin Unais radhiyallahu ‘anhu, lailatul qadr terjadi pada malam ke 23 Ramadhan yang juga ditandai dengan turun hujan pada malam harinya menjelang shubuh (HR. Muslim 1997).




Dalam riwayat Ibnu ‘Abbaas radhiyallahu ‘anhuma lailatul qadr terjadi pada malam ke 24 Ramadhan (Musnad At-Thayaalisi 2167 – Fathul Baari 4/262)

Dalam riwayat Zirru bin Hubaisy ketika beliau bertanya kepada Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, lailatul qadr terjadi pada malam ke 27 Ramadhan dan ditandai keesokan harinya dengan matahari yang terbit dengan sinar yang tidak memancar kuat (HR. Muslim 1999)

Dalam riwayat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, lailatul qadr terjadi malam 27 atau 29 Ramadhan (Musnad At-Thayaalisi 2545)

Demikian ringkasan peristiwa sakral lailatul qadr yang sempat dialami oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa alihi wasallam dan para Shahabatnya. Semua itu menunjukkan betapa mulianya malam tersebut, dan betapa agungnya urusan pada saat itu. Akan tetapi orang-orang munafik merasa berat untuk bangun seolah ada gunung besar yang membebani pudak mereka hingga terlelap dalam kepulasan tidurnya.

Wallahua'lam bish showab...


Referensi : dari berbagai sumber



0 komentar:

Posting Komentar