Kamis, 14 Agustus 2014

Ijum Pengen Umroh

"Wah...Selamat ye Jum. Akhirnya elu jadi orang pertama mewakili kampung kita yang bisa nginjakin kaki ke Negeri Unta. Ini Jum, daftar doa dan pesanan kami." Cerocos Emakku panjang lebar dikelilingi para sanak saudara dan handai taulan sembari mengangsurkan selembar kertas berisi daftar pesanan dan doa.
"Iye Mak, nanti Ijum kagak bakalan lupa deh. Doain Ijum selamat hingga pulang lagi ke Indonesia lagi." Tukasku menahan haru.

Setelah menjalani ritual perpisahan kecil-kecilan, akhirnya mobil travel haji dan umroh tiba juga. Berbagai perasaanku campur aduk.

**********************

Hari pertama aku menginjakkan kaki untuk masuk ke dalam Masjid Nabawi. Rasa takjub tak henti-hentinya keluar dari hatiku. Aku bersujud menangis haru ternyata mimpiku menjadi kenyataan. Tak lama kemudian, rombongan umroh yang sekelompok denganku mengajak ke Raudhoh, sebuah tempat yang konon katanya sangat manjur untuk berdoa. Segera aku berdoa dan menyampaikan segala permintaan dan titipan doa dari seluruh keluarga Emak di kampung serta para tetanggaku.

Waktu berjalan begitu cepat, hingga tak sadar menginjak hari kedua. Hari ini aku dan rombongan mengunjungi Masjid Quba, kebun kurma dan coklat, Jabal Uhud, serta area pertokoan Bin Dawood untuk membeli aneka macam parfum-parfum pesanan si Dwi, Mimin, serta teman-teman sekelasku juga berbagai jenis aksesoris dan gamis untuk Emak. Dilanjut ke Bukit Jabal Rahmah atau Bukit Cinta-nya Nabi Adam dan Hawa. Di bukit inilah aku berlutut untuk berdoa.

"Ya Allah, beri aku kekasih, biar aku tidak dicap jomblo ngenes oleh Emakku ya Allah."

Sebuah doa paling buruk yang pernah keluar dari bibirku. Aku terlalu berlebihan. Segera saja aku bergegas menuju bus untuk bergabung dengan jamaah lain untuk kembali ke Masjid Nabawi.

"Subhanallah..." Aku terpana melihat banyaknya jamaah yang antri untuk mengambil air zam-zam. Lagi-lagi sifat norakku kambuh. Aku keluarkan berpuluh-puluh botol minuman kemasan untuk ku isi dengan air zam-zam. "Mumpung gratis ini," pikirku. Aku segera bergegas menyelusup antrian jamaah itu. Tepat di botol ke-30, sifat serakahku ikut muncul. Aku ingin membawa galon berisi air zam-zam itu. Setelah menitipkan 30 botol air zam-zam kepada salah seorang pemandu rombongan, aku segera kembali menyelusup ke dalam barisan jamaah tersebut. Tubuhku yang kecil memudahkan aku untuk menyelip diantara mereka. "Hap.." Akhirnya aku bisa juga melepas 1 galon air zam-zam. Tapi sial, sebelum tanganku mampu meraih galon tersebut, airnya sudah keburu tumpah membasahi wajah dan seluruh pakaianku...

**********

"Woyy...elu itu bener-bener pemalas. Cepetan bangun! Ini sudah hampir jam 6 pagi. Elu kagak sekolah ape,hah? Mana Shubuhmu ketinggalan lagi!". Teriakan Emak sontak membuatku shock. Belum lagi di sisi emak, si Dwi berdiri dengan membawa 1 gayung berisi air.

Astaghfirullahaladzim, jadi semua peristiwa tadi hanya mimpi? Air zam-zam tadi ternyata berasal dari guyuran air dari adikku. Terus, ini sudah jam 6 pagi? Ya Allah, memoriku berputar. Aku baru ingat, semalam aku ketiduran saat aku mulai menulis ceritaku di buku tulis. Dan saat ini tepat 6 jam setelah deadline. Mukaku menegang kala aku ingat janjiku ke Mimin jika aku kalah akan berlari keliling lapangan sekolah.

"Maaaaaaak...hancur sudah harapan Ijum. Ijum kagak jadi umroh...mau ditaruh dimana muka ijum di sekolah ntar."
"Sebodo..." Sahut Emak.
Tiba-tiba aku merasa perutku mual.

Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone

0 komentar:

Posting Komentar