Selasa, 13 Mei 2014

Pesta Untuk Rima

Ini adalah salah satu cerita yang ku ikutkan dalam event "Milad Bapaknya Tebe" di sebuah grup kepenulisan di facebook. Agak spesial juga rasanya mengingat ini adalah pertama kalinya aku membuat cerita anak, akhirnya lolos juga menjadi juara hiburan hihihi. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari event ini, karena selama ini duniaku adalah "non-fiksi" jadi harap maklum ya jika kalimat-kalimatnya masih jauh dari kekanak-kanakan :(

____________________________________
Namaku Rima. Hari ini tepat tanggal 3 Mei umurku genap 12 tahun. Bagi sebagian besar anak-anak seumuranku, ulang tahun adalah hari paling istimewa dalam hidupnya, bisa mendapatkan banyak hadiah, dikelilingi balon dan juga badut-badut lucu. Tapi bagiku tidak. Aku hanya bisa menahan kesedihanku sendiri.

Pagi ini aku termangu lama sekali di atas tempat tidur, membayangkan sebuah pesta di rumah, teman-teman berkumpul memberi kado satu persatu. Tapi hasilnya nihil. Semua keluargaku tak ada satupun yang memperhatikanku. Mereka sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing. Aku merasa di-anak tiri-kan. Aku kecewa dan marah. Apa salahku hingga aku harus mengalami semua ini?

"Cekleeek...."
Tiba-tiba mamaku membuka kamarku. Dia hanya membersihkan tempat tidurku setelah itu dia pergi tanpa mau melihatku. Dilihat dari penampilannya, nampaknya dia tergesa-gesa ingin pergi.
"Maa...mama.....mau kemana? Rima ikut ya? Tunggu Rima, Ma!" Aku berteriak tapi Mamaku tampak tak berminat mendengar teriakanku. Di ruang tamu pun kulihat Papaku menunggu Mama.
"Jadi kan Ma kita ke rumah sakit? Jangan lupa setelah ini kita mampir di toko kue di tempat biasanya. Sekalian membeli buah-buahan." kata Papa. Mamaku hanya mengiyakan dengan sorot mata yang memancarkan kelelahan.
"Kalian mau kemana sih Ma, Pa, hari ini kan Rima ulang tahun. Kenapa Mama dan Papa tidak memberikan ucapan selamat dan hadiah untuk Rima?"

Tak ada satupun yang berminat menjawab pertanyaanku. Aku hanya bisa mengekor berjalan di belakang mereka. Setelah berpamitan kepada Mbok Surti untuk menutup pintu pagar rumah, Mama dan Papaku segera masuk mobil. Aku menyusul.

********
Di sepanjang perjalanan hanya hening. Tak ada satupun yang berinisiatif membuka percakapan. Setengah jam perjalanan hanya kami lalui dengan kebisuan. Tak lama setelah itu, kami sudah sampai di rumah sakit setelah sebelumnya mampir di toko kue dan toko buah. Aku tidak tahu untuk apa mereka ke tempat ini di saat aku merayakan ulang tahunku. Semuanya terasa membingungkan. Kenapa mereka lebih memperhatikan orang lain, repot-repot membeli kue dan buah-buahan untuk orang lain dibanding aku, anaknya sendiri.

Mereka segera bergegas masuk ke koridor rumah sakit dan menuju bangsal anak. Alangkah kagetnya aku, disana ada teman-teman sekelasku ikut berkumpul. Tampak mereka menunggu kedatangan Mamaku.
"Nina, Lia, Camel....kalian semua ada disini?" ucapku surprise. "Hay Tono, Rudi, Rifki, sudah lama kalian disini? Kalian disini bukan untuk mengerjaiku kan?" tanyaku heran bercampur senang. Aku tertawa girang. Pasti ini semua ide Mama dan Papaku untuk mengerjaiku.

Sayang sekali, kegembiraanku lenyap seketika. Sama seperti Mama dan Papa, teman-temanku tak ada satupun yang sudi melihatku. Apalagi menjawab pertanyaanku. Aku benci mereka semua.
"Ayo anak-anak, kita masuk ya..." kata mamaku kepada mereka. "Iya Tante....." jawab mereka serempak. Menyebalkan sekali. Kehadiranku sama sekali tak mereka anggap.


Dengan langkah kakiku yang sengaja kuhentak-hentakkan ke lantai, berharap mereka mendengar protesku, ku ikuti mereka masuk ke sebuah kamar VIP di bangsal anak. Siapa sih dia? Hingga semuanya memperhatikan dia dibanding aku di hari ulang tahunku?

********
"Anak-anak.....siang ini kita berkumpul di ruangan ini tidak lain adalah untuk merayakan ulang tahun teman kalian, Rima Prameswari." Ku dengar Papa mulai berbicara.
Deg ! Aku tidak salah dengar kan? Mereka menyebut namaku? Hay, aku disini Pa, di belakangmu...
"Sudah seminggu ini, Rima dirawat karena diagnosa trauma cavitis pada kepalanya setelah peristiwa kecelakaan seminggu yang lalu. Hingga saat ini kesadarannya menurun. Om dan Tante harap, kalian mau bersama-sama mendoakan Rima agar segera sadar dan bisa bermain dan belajar bersama kalian lagi...." lanjut Papa. Ku lihat Mama mengusap air matanya yang jatuh perlahan di pipinya.

"Iya Om, Tante, insha Allah sebentar lagi Rima pasti sembuh kok. Setiap hari kami selalu berdoa buat kesembuhan Rima. Kelas kami sepi tanpa Rima, Tante.." sambung Camel.
"Baiklah kalau begitu, bertepatan dengan hari ini, ulang tahun Rima, kita sama-sama berdoa ya buat kesembuhan Rima. Berdoa mulai!" Ku lihat mereka semuanya khusuk berdoa. Disusul teman-temanku mengumpulkan bungkusan dari tas mereka masing-masing yang ternyata sebuah kado. Tak lama kemudian, Papaku mengeluarkan kue yang tadi dibeli sekaligus membuka buah-buahan untuk ditaruh di piring dekat meja tamu.

"Panjang umurnya..panjang umurnya..panjang umurnya serta mulia..serta mulia..serta mulia..." Ku lihat teman-temanku menyanyikan lagu ulang tahun untukku.

Aku kaget. Ku lihat Mama menghampiri ranjang pasien. Di ranjang itu tampak tubuhku sedang terbujur dengan berbagai gips, perban, infus dan banyak lagi peralatan dokter lainnya. Itu kan tubuhku? Jadi aku ini siapa? Sia-sia saja aku merengkuh tangan Mama, Papa dan juga teman-temanku. Semuanya tak bisa kuraih...

0 komentar:

Posting Komentar