Kamis, 03 April 2014

Adalah Cinta...

Adalah cinta, sepektrum batin yang memenuhi untaian bait-bait sajakku. Sekiranya terus terurai tanya dalam benak, sejak kapan aku terwarnai kata ini? Konon, azdan menjadi serunai merdu yang pertama aku khidmatkan. Bahwa aku tercipta dari Dzat Yang Maha Besar, memberikan Rahmat dan Rahim kepadaku.


Bahwasanya, kalimat kosong I Love You (Aku cinta kepadamu) kudapatkan dari kakak-kakak yang mengalami cinta monyet, terpengaruh lagu dan film India. Hingga pemaksaan: kamu pacarnya ini, kamu pacarnya itu, menjadi bahan olokan.

Aku tak mengenal cinta, selain dekapan sayang Ibunda. Aku tak mengenal benci, selain amarah Ayah akan kenakalanku. Aku tak mengenal kasih, kecuali kepedulian meminjamkan mobil-mobilan, berbagi jajanan dan ucapankan "permisi" kepada yang lebih tua.

Mereka muda-mudi berjalan berdua, aku anggap biasa dengan kanak-kanak bermain masak-masakan. Tapi yang aku heran, mereka berboncengan senyum semringah layaknya mendapat uang jajan dari ibu. Dan uang tersebut dibelikan kaka yang ternyata berhadiah uang, lalu buat membeli lotre berhadiah mainan. Kegembiraan yang berlapis.Dan Aku bingung, dengang cerita seorang cowok yang marah besar karena ceweknya berboncengan dengan cowok lain.

Masih juga belum aku pahami apa itu cinta, yang aku tahu orang yang dicintai karena memiliki kelebihan. Seseorang disukai karena dia kaya, atau kecantikannya. Seseorang tidak disukai karena panuan atau jorok. Seiring waktu bahwasanya mencintai seseorang karena harta akn dijuluki cewek matre atau cowok matre. Sebutan itu bukan dalam pujian tetapi makian. Aku juga tak memahami apa itu cinta bertepuk sebelah tangan, bahwasanya tangan bertepuk dengan angin. Mungkin apakah orang yang bertangan buntung sebelah, makanya dia tidak bisa bertepuk tangan. Entahlah. Yang aku pahami kemudian, bahwa bertepuk sebelah tangan satu pihak merindu satu pihak membenci. Satu pihak mengejar, satu pihak berlari. Sebuah komedi yang akan memalukan, hingga bertepuk sebelah tangan, bermakna menepuk angin dibawah rindang kebun. Tak ada manusia yang tahu bahwasanya ia bersajak kepada seseorang yang ia cintai. Kemudian aku maknai sebagai ketidak beranian. Dan akhirnya aku maknai sebagai penolakan.

Masih juga menjadi misteri, bahagia mendapatkan undian. Rasa nyaman dibuaian Ibu, bertransformasi kepada sebuah bayang semu orang yang kita kagumi. Orang yang menurut konvesi masyarakat cantik. Mungkinkah ini dampak kebanyakan nonton film India di masa kecil dulu?

Aku terus belajar tentang cinta kepada waktu yang mencatat helaian dedaunan yang dikibarkan angin. Bahwa cinta bukan karena harta, cinta bukan karena fisik, cinta bukan karena kepandaian, cinta bukan karena kasihan, bahwa cinta tanpa sebab. Aku tak mengerti mengapa cinta tanpa sebab, bisakah kita mencinta seseorang tanpa sebab? Yang aku rasakan kemudian sebuah kebutaan.
Dari obat sepi, obat cerita, hingga memonopoli dunia. Pada akhirnya menembus kebosanan. Yang semula suatu keyakinan bahwa ia akan menjadi pasangan kita kelak. Pada akhirnya, misteri cinta harus kita munajatkan kepada Dia yang menciptakan kita dengan cinta, yang memberikan sepenggal rasa cinta, serta mengamanahkan hati kita untuk mengenal-Nya bukan untuk kepuasan semu nafsu.

0 komentar:

Posting Komentar